HELLO FELLAS

HELLO FELLAS

Selasa, 27 Maret 2018

Aliran yang Mempengaruhi Sosiologi Hukum (Artikel Bebas ke-III Sosiologi Hukum)


Ilustrasi Gambar
Sejarah sosiologi hukum dalam perkembangannya dipengaruhi oleh aliran para pakar sosiologi hukum itu sendiri. Ada lima aliran yang paling populer memberi pangaruh pada perkembangan sosiologi hukum, yaitu:
1. Aliran Formalitis
Aliran formalitis merupakan mahzab yang dikemukakan oleh John Austin dan Hans Kelsen. Dalam masa kejayaan John Austin (1790-1859), tokoh yang satu ini mengemukakan pendapatnya bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari mereka yang memegang kedaulatan. Austin juga mempertegas pendapatnya bahwa  hukum merupakan perintah yang dibebankan untuk mengatur manusia untuk berpikir. Dalam hal ini menyangkut perintah mana yang harus dilakukan oleh makhluk berfikir yang memegang dan mempunyai/memegang kekuasaan.
Dalam hal ini, Austin juga beranggapan bahwa hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat  tertutup. Austin membagi hukum menjadi dua bagian yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat oleh manusia dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Hukum yang sebenarnya
Hukum yang sebenarnya adalah hukum yang dibuat oleh penguasa bagi pengikut-pengikutnya dan hukum yang disusun oleh individu-individu guna melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya.
b. Hukum yang tidak sebenarnya
Hukum yang tidak sebenarnya bukanlah hukum yang secara langsung berasal dari penguasa. Akan tetapi, merupakan produk hukum yang berisi peraturan-peraturan yang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan tertentu.
Sebagai tambahan, Hans Kelsen beranggapan bahwa suatu sistem hukum merupakan suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan itu dinamakan kaidah dasar atau groundnorm.
Kaidah dasar tersebut merupakan dasar dari segenap penilaian yang bersifat yuridis sehingga dimungkinkan ada di dalam suatu tertib hukum dari suatu negara-negara berbeda dengan negara lainnya. Kelsen pun menyatakan bahwa hukum berdiri sendiri terlepas dari aspek-aspek kemasyarakatan yang lain. Teorinya bertujuan untuk menunjukkan seperti apakah hukum positif dan seperti apa pula yang bukan merupakan hukum yang benar.
2. Aliran Sejarah dan Kebudayaan
Aliran ini dicetuskan oleh Friedrich Karl Von Savigny dan Sir Henry. Von Savigny beranggapan bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (volksgeist). Pada dasarnya, hukum berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat.  Oleh sebab itu, hukum bukan berasal dari pembuat undang-undang. Von Savigny menegaskan pendapatnya bahwa sangat penting meneliti hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat beserta sistem nilai-nilai di dalamnya.
Hal lain yang menjadi pokok ajaran Von Savigny adalah penekanannya pada aspek dinamis dari hukum yang diadakan pada sejarah hukum tersebut. Sementara, Sir Henry mengemukkan pendapatnya bahwa hubungan-hubungan hukum yang didasarkan pada status warga-warga masyarakat yang masih sederhana, berangsur-angsur akan hilang jika masyarakat itu berkembang menjadi masyarakat yang modern dan kompleks.
3. Aliran Utilitarianisme
Tokoh pembawa aliran utilitarianisme adalah Jeremy Betham dan Rudolph von Ihering. Betham menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum menggunakan prinsip, yaitu, “bahwa manusia akan bertindak/melakukan sesuatu untuk memperbanyak kebahagian dan mengurangi penderitaan.”
Sementara ukuran nilai baik dan buruknya suatu perbuatan manusia tergantung pada apakah perbuatan tersebut mendatangkan kebahagiaan ataujustru sebaliknya. Betham juga menegaskan bahwa pembentuk hukum harus menciptakan hukum yang adil bagi segenap warga-warga masyarakat secara individual.
Di sisi lain, Ihering dalam bukunya yang berjudul “Der Zweck in Recht” menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untukmencapai tujuannnya. Hukum ditegakkan sebagai sarana untuk mengendalikan individu-individu agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat tempat mereka menjadi warganya.
4. Aliran Sociological Jurisprudence
Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound adalah dua tokoh yang memprakasai adanya Aliran Sosiological Jurispudence. Aliran ini berpokok pada pembedaan antara hukum positif (ius constitutum) dengan hukum yang hidup (living law). Dikatakan Pound bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat(culture patterns).
Menurutnya Pound, pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum. Tata tertib dalam masyarakat didasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh negara.
Sementara itu Pound juga memberi pernyataan bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Tugas dari ilmu hukum itu untuk memperkembangkan suatu yang seimbang dengan kebutuhan-kebutuhan sosial hingga dapat terpenuhi secara maksimal. Aliran ini mengajak masyarakat untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action) yang dibedakannya dengan hukum yang tertulis.
Pembedaan tersebut dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun hukum ajektif. Aliran sociological jurisprudence telah meninggalkan pengaruh yang mendalam terutama pada pemikiran hukum di Amerika Serikat.
5. Aliran Realisme Hukum
Aliran yang dikemukakan oleh Karl Llewellyn, Jerome Frank dan J.O.W Holmes ini menitik beratkan konsep yang radikal tentang proses peradilan dengan cara menyatakan bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum. Akan tetapi hakim juga dituntut untuk bisa membentuk hukum. Keputusan-keputusan hakim seringkali mendahului penggunaan prinsip-prinsip hukum yang formal.
Keputusan-keputusan pengadilan dan doktrin hukum selalu dapat dikembangkan untuk menunjang perkembangan atau hasil-hasil proses hukum. J. Holmes menyatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah berupa praduga apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat. Hasil dari praduga tersebut diolah sedemikian rupa agar orang tersebut mendapat hukuman sesuai dengan keputusan suatu pengadilan.
Sementara itu, Karl Llewellyn lebih menekankan pada fungsi lembaga-lembaga hukum yang ada. Tugas pokok dari pengadilan adalah menetapkan fakta dan rekonstruksi dari kejadian-kejadian yang telah lampau yang menyebabkan terjadinya perselisihan.
_________________
Sumber:
Bimbie

0 comments:

Posting Komentar