![]() |
Ilustrasi Gambar |
Membicarakan
sosiologi hukum tidak terlepas dari teori-teori apa saja yang diajarkan di
dalamnya. Ada empat teori dasar yang menjadi pokok teori sosiologi hukum,
diantaranya:
a. Teori Fungsional Struktural
(Structural Function Theory)
Secara garis besar, fakta sosial yang menjadi
pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan
pranata sosial. Menurut teori fungsional struktural, struktur sosial dan
pranata sosial tersebut berada dalam suatu sistem sosial yang berdiri atas
bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lainnya
sehingga menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori ini menitikberatkan pada keteraturan, mengabaikan konflik, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial haruslah berfungsi terhadap yang lain.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori ini menitikberatkan pada keteraturan, mengabaikan konflik, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial haruslah berfungsi terhadap yang lain.
Namun sebaliknya, kalau tidak dapat
berfungsi, struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut, teori ini pun kemudian berkembang
sesuai perkembangan pemikiran-pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim—seorang sosiolog Perancis— menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologisnya menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan sosial.
Emile Durkheim—seorang sosiolog Perancis— menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologisnya menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan sosial.
b. Teori Konflik (Conflict Theory)
Teori konflik ini digagas pertama kali oleh
Karl Marx. Teori ini didasarkan pada kekecewaannya pada sistem ekonomi
kapitalis yang dianggapnya mengeksploitasi buruh. Karl Marx mengaku kecewa
dengan ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Ketimpangan
tersebut ada disebabkan munculnya kaum-kaum borjuis yang menguasai sarana
produksi ekonomi dan kaum proletar atau buruh yang dikendalikan/dikuasai oleh
kaum borjuis saat itu.
Akibat adanya ketidakseimbangan antara kaum borjuis
dan kaum proletar, sering terjadi intimidasi pihak yang kuat terhadap pihak
yang lemah.Tentu saja hal tersebut pada akhirnya berujung pada timbulnya
konflik-konflik sosial antara keduanya. Oleh karenanya, Karl Marx menarik
kesimpulan bahwa masyarakat sebagai sebuah proses perkembangan yang akan
menyudahi konflik melalui konflik pula.
c. Teori Interaksi Simbolik (Simbolic
Interaction Theory)
Teori teraksionisme simbolik merupakan
pewarisan tradisi dan posisi intelektual yang berkembang di Eropa pada abad 19.
Barulah kemudian menyeberang dan meluas ke Amerika Serikat, terutama di
Chicago. Namun, sebagian pakar berpendapat bahwa teori interaksi simbolik
khususnya George Herbert Mead (1920-1930an), terlebih dahulu dikenal dalam
lingkup sosiologi interpretatif yang berada di bawah payung teori tindakan
sosial (action theory).
Teori interaksi simbolik merupakan pengaruh
dari pemikiran Max Weber. Dalam hal ini, pemikiran Max Webber dikombinasikan
dengan pemikiran Mead. Hingga ditariklah sebuah kesimpulan bahwa tindakan
sosial bermakna jauh berdasarkan makna subyektif yang diberikan masing-masing
individu.
d. Teori Pertukaran (Exchange Theory)
Teori pertukaran ini lebih memusatkan
perhatiannya pada tingkat analisa mikro khususnya pada tingkat kenyataan sosial
antarpribadi (interpersonal). Teori ini dikemukanan oleh Homans dan Blau.
Homans dalam analisis yang pernah dipaparkannya selalu berpegang pada keharusan
menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku
sosial daripada hanya sekadar menggambarkannya. Akan tetapi, Blau di lain pihak
berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro ke
tingkat yang lebih makro, yaitu struktur sosial. Blau berusaha untuk
menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari
proses-proses pertukaran yang terjadi.
_________________
Sumber:
Bimbie
0 comments:
Posting Komentar