HELLO FELLAS

HELLO FELLAS

Selasa, 17 April 2018

Teori-Teori dalam Sosiologi Hukum (Artikel Bebas ke-V Sosiologi Hukum)

Ilustrasi Gambar

Membicarakan sosiologi hukum tidak terlepas dari teori-teori apa saja yang diajarkan di dalamnya. Ada empat teori dasar yang menjadi pokok teori sosiologi hukum, diantaranya:
a. Teori Fungsional Struktural (Structural Function Theory)
Secara garis besar, fakta sosial yang menjadi pusat perhatian sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur sosial dan pranata sosial. Menurut teori fungsional struktural, struktur sosial dan pranata sosial tersebut berada dalam suatu sistem sosial yang berdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan  satu sama lainnya sehingga  menyatu dalam keseimbangan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa teori ini menitikberatkan pada keteraturan, mengabaikan konflik, dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial haruslah berfungsi terhadap yang lain.
Namun  sebaliknya, kalau tidak dapat berfungsi, struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut, teori ini pun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran-pemikiran dari para penganutnya.
Emile Durkheim—seorang sosiolog Perancis— menganggap bahwa adanya teori fungsionalisme struktural merupakan suatu yang ‘berbeda’. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai ekuilibrium atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologisnya  menunjuk pada ketidakseimabangan atau perubahan sosial.
b. Teori Konflik (Conflict Theory)
Teori konflik ini digagas pertama kali oleh Karl Marx. Teori ini didasarkan pada kekecewaannya pada sistem ekonomi kapitalis yang dianggapnya mengeksploitasi buruh. Karl Marx mengaku kecewa dengan ketimpangan yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Ketimpangan tersebut ada disebabkan munculnya kaum-kaum  borjuis yang menguasai sarana produksi ekonomi dan kaum proletar atau buruh yang dikendalikan/dikuasai oleh kaum borjuis saat itu.
Akibat adanya ketidakseimbangan antara kaum borjuis dan kaum proletar, sering terjadi intimidasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.Tentu saja hal tersebut pada akhirnya berujung pada timbulnya konflik-konflik sosial antara keduanya. Oleh karenanya, Karl Marx menarik kesimpulan bahwa masyarakat sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik pula.
c. Teori Interaksi Simbolik (Simbolic Interaction Theory)
Teori teraksionisme simbolik merupakan pewarisan tradisi dan posisi intelektual yang berkembang di Eropa pada abad 19. Barulah kemudian menyeberang  dan meluas ke Amerika Serikat, terutama di Chicago. Namun, sebagian pakar berpendapat bahwa teori interaksi simbolik khususnya George Herbert Mead (1920-1930an), terlebih dahulu dikenal dalam lingkup sosiologi interpretatif yang berada di bawah payung teori tindakan sosial (action theory).
Teori interaksi simbolik merupakan pengaruh dari pemikiran Max Weber. Dalam hal ini, pemikiran Max Webber dikombinasikan dengan pemikiran Mead. Hingga ditariklah sebuah kesimpulan bahwa tindakan sosial bermakna jauh berdasarkan makna subyektif yang diberikan masing-masing individu.
d. Teori Pertukaran (Exchange Theory)
Teori pertukaran ini lebih memusatkan perhatiannya pada tingkat analisa mikro khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Teori ini dikemukanan oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisis yang pernah dipaparkannya selalu berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekadar menggambarkannya. Akan tetapi, Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro ke tingkat yang lebih makro, yaitu struktur sosial. Blau berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran yang terjadi.
_________________
Sumber:
Bimbie

0 comments:

Posting Komentar